Bekasi, 19 Oktober 2017
/green-nitrogen/ - "Bapakmu pejabat? wih pasti
keren pake jas", "bapakmu sopir? sono anterin kebo". Cuplikan kalimat tersebut menggambarkan
kenyataan zaman sekarang. Banyak dari kita yang menilai seseorang dari luarnya
saja. Mereka yang berprofesi di kantor dengan jabatan bergengsi sering
diagung-agungkan. Sementara wong cilik yang cuma berprofesi seadanya (yang
penting dapet duit dan halal) sering diremehkan, bahkan dipandang sebelah mata
termasuk salah satunya adalah tukang bangunan.
Tukang bangunan adalah salah satu pekerjaan yang sering
dianggap sebelah mata. Banyak orang berpikir bahwa tukang bangunan itu
pekerjaannya orang yang tidak berpendidikan. Bahkan gajinya pun rendah. Menjadi
seorang tukang bangunan itu tidak mudah. Pekerjaan ini sangat berat dan
melelahkan. Mereka harus berpanas-panas hingga berpeluh keringat. Gaji yang
diperoleh pun juga tidak setara dengan lelah yang mereka rasakan.
Dikisahkan, ada seorang tukang bangunan yang sudah tua hendak
mengajukan pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama bertahun-tahun
lamanya. Mengingat usianya yang sudah sangat tua, maka ia merasa harus menikmati
masa tuanya bersama istri tercinta, anak-anak, cucu dan orang-orang yang
dikasihinya. Namun di sisi yang lain ia tahu bahwa ia akan kehilangan
penghasilan rutinnya, tetapi bagaimanapun ia tetap merasa bahwa dirinya butuh
akan istirahat.
Suatu ketika, Ia pun memberanikan diri menyampaikan rencana
tersebut kepada mandornya. Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan
salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki
dalam timnya. Walaupun demikian, sang mandor juga tidak ingin memaksa supaya ia
tetap dan harus mempertahankan profesinya. Karena itu, meskipun berat hati sang
Majikan menghargai keputusan salah satu karyawan kesayangannya itu.
Sebagai permintaan terakhir sebelum tukang bangunan tua ini
berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk
terakhir kalinya sebagai salam perpisahan. Mendengar permintaan terakhir
mandornya, dengan berat hati si tukang bangunanpun menyanggupinya sambil
menggerutu dalam hati (“dikarenakan ia
sudah berniat untuk pensiun maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap
hati”).
Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan
yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik
yang ada”.
Keesokan harinya si tukang pun memulai pekerjaan terakhirnya
itu. Ia begitu malas-malasan. Ia asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas
mencari, maka ia gunakan bahan-bahan berkualitas rendah, yang penting cepat
selesai bangunannya. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri
karirnya.
Seiring berjalannya waktu, bangunan itu pun selesai. Keesokan
harinya, sang Majikan datang untuk memastikan dan memeriksa bangunan tersebut
yang tidak lain adalah permintaan terakhirnya. Ketika selesai memeriksa luar
dalamnya dan sang Majikan pun sembari menutup daun pintu depan, kemudian ia
berbalik kepada si tukang bangunan yang akan pensiun ini dan berkata, "Ini
adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu, semoga kamu dan keluargamu hidup
bahagia!".
Betapa terkejutnya si tukang bangunan itu ketika mendengan
kalimat sang mandor. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia
sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.
Sekarang akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia bangun dengan
asal-asalan.
Refleksi
Sebagian dari kita saat ini adalah bekerja sebagai salah
seorang karyawan pada perusahan atau lembaga tertentu. Bahkan ada yang sudah
mengabdi bertahun-tahun hingga harus pensiun karena usia lanjut. Ada begitu
banyak pekerjaan yang telah kita lakukan, yang telah kita berikan kepada banyak
orang di luar sana untuk melihat dan menikmati hasilnya. Tetapi pertanyaannya
adalah, seberapa banyakkah kita sudah mengerjakan semuanya itu dengan cara-cara
terbaik yang kita miliki, dengan segenap hati, tanpa menggerutu, tanpa berat
hati atau keterpaksaan?
Kisah di atas mengajarkan kepada kita, bahwa selama masih ada
waktu, kerjakanlah segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, yang dapat mendatangkan
kebaikan bagi banyak orang dengan hati yang tulus, dengan cara-cara hebat yang
telah Tuhan berikan kepada setiap insan. Karena ada saatnya di mana setiap
orang tidak dapat melakukannya lagi, yaitu ketika maut menjemputnya kelak.
Sehingga hidupnya terasa hambar, tidak memberikan dampak positif apapun dan
dilupakan di dunia ciptaan-Nya.
Sekali lagi, lakukanlah semua pekerjaan mulia yang
dipercayakan Tuhan kepada kita, dan kerjakanlah semuanya dengan hati yang
ikhlas, yaitu seolah-olah hari ini adalah hari terakhir Anda dan saya untuk
berkarya di dunia ciptaan-Nya. Karena sebenarnya kita tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi satu detik yang akan datang dalam hidup kita. Dunia ini
adalah rumah terbesar yang kita tinggali bersama keluarga besar, yaitu semua orang
yang ada di dalamnya, tetapi tidak jarang kita melakukan banyak hal yang
sia-sia, tidak maksimal, asal-asalan, dan penuh keterpaksaan. Ingat! Jangan
sampai Anda dan saya menyesalinya dikemudian hari, yaitu ketika kita ditanya
dan diperhadapkan dengan Sang Khalik.
(Mansur)
Ingin mendapatkan selalu informasi terbaru dari kami ?
Gabung menjadi Sahabat Nitrogen, dan dapatkan informasi seputar Promo dan Merchandise